Wednesday, June 18, 2014

Belajar Dari Batu Bata

Apa Anda pernah melihat proses pembuatan batu bata? Ya, batu bata yang lazim digunakan untuk membangun rumah, pos satpam, tempat sampah, gedung atau kantor Anda. Barang kotak warna merah yang kerap ada hape lawas yang diidentikan  dengan batu bata. Mungkin karena ukuran dan bentuknya membuatnya mirip. 

Saya tidak sedang membahas kualitas bangunan menggunakan batu bata merah karena saya memang bukan ahli bangunan. 

Ini cerita kalau saya pernah lihat pembuatan batu bata milik seorang kawan yang diproduksi di pinggir sawah, dicetak dari tanah liat, dibakar dengan katu dan sekam, dijemur di atas lahan tanah, di tutup dengan plastik agar terhindar dari hujan dan menjadi kering sehingga siap dibakar. Juga tentang kayu dan sekam yang menjadi abu untuk membakar batu bata menjadi matang siap digunakan.

Udara dingin yang membekap gelap pagi buta terasa lengkap dalam menunggu angkot selama 45 menit di pojokan Mertokondo arah Karangsambung. Bergiliran dua tukang ojek menawarkan jasa secara halus dengan menjelaskan angkot masih lama, menunggu terang. Dalam perhitungan saya sambil melirik jam tangan, sekitar dua jam lagi sinar matahari menyapa Kebumen. Tidak terlalu lama untuk ukuran rencana perjalanan saya kali ini, dalam hati saya. Pagi buta bertemu kawan yang baru pertama kali bertemu di depan kantor desa juga membuka kesempatan kesan kurang baik. Alasan lainnya jarak 19 kilo meter jika menggunakan ojek ditawarkan empat kali lipat dari harga angkot. Lebih baik duduk bertahan diemperan toko dengan rolling door masih terkunci rapat, bertahan sambil menunggu matahari terbit dan berharap bisa melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Hanya ada seorang supir angkot yang bakal saya tumpangi dan dua pengemudi ojek motor yang setia menunggu datangnya penumpang entah sampai kapan. Tak lama datang seorang yang saya lihat dari guratan wajahnya cocok sudah renta, namun semangatnya dalam bercerita tentang perjalanannya dari Bekasi dengan semangat. Jalanan menyisakan  lalu lalang kendaraan mulai sepeda motor, hingga mobil ukuran kecil dan tiga seperempat yang kemudian senyap. Di antara senyap dari salah satu bangunan deretan bangunan yang menyerupai toko atau warung terdengar semburan suara kompor dan  riuh minyak panas yang menggoreng sesuatu. Tak lama suara pintu terbuka dari salah satu bangunan, dan benar itu dari sumber suara tadi. Bergegas supir angkot menawarkan saya untuk ngopi di warung sambil menunggu penumpang lain. Ha ini diikuti dua pengemudi ojek motor dan bapak tua tadi. Tempe goreng panas tersedia diatas wadah yang menyerupai nampan dan penjual dengan lincah menyiapkan ketan yang dibentuk bulat dengan tangan berlapis plastik. Lumayan mengganjal perut dingin ini engan ketan, tempe dan segelas kopi.

Tak lama, supir angkot memberi tanda angkot akan segera jalan. Menyusuri kampung batik khas Kebumen, hamparan sawah, kelokan jalan mengikuti lekukan bukit. Akhirnya berhasil sampai di tempat yang telah disepakati dengan seorang kawan. Saya tidak menampik ajakan kawan, sebut saja Adi ke tempat kerjanya. Tempat kerja yang jauh dari kata mentereng, di kelilingi sawah dengan pemandangan sungai. Ya, Adi adalah wirausahawan batu bata. Diakhir obrolan saya sempat tanya bagaimana batu bata ini disulap dari tanah biasa menjadi potongan kotak warna merah dan kuat sebagai penopang atap rumah sebagai pelindung segala isi bangunan. Proses pemilihan jenis tanah yang digunakan, cetak, pengeringan, hingga pembakaran sampai siap dikirim harus melampaui waktu, ketekunana dan keahlian. Tanah liat merah di desa itu memang baik digunakan sebagai bahan batu bata. Tanah yang sudah diolah dan dicetak dikeringkan. Untuk menghindari kerusakan saat pengeringan, maka tumpukan batu bata mentah dibatasi dan ditutup dengan plastik agar tidak rusak karena hujan. Kemudian batu bata dibakar bisa menggunakan sekam dan kayu bakar. Pembakaran biasanya berlangsung satu hari hinggga proses pendinginan. Setelah dingin, kayu dan sekam yang menjadi abu karena api mulai disinggirkan untuk kemudian menjadi kebutuhan abu gosok. Lapisan luar dari tumpukan batu bata yang hitam terkena api dikupas, sisanya batu bata yang berwujud dan kuat.   

Kunci kekuatan batu bata terletak pada saat membakar. Bakar batu bata akan merubah warna dari bahan batu bata. Bergantung jenis tanah liat yang digunakan sebagai bahan baku. Pembakaran meubah tanah liat berbentuk kotak warna asal tanah liat menjadi kuat. Siap menopang yang di atas. Batu bata yang kuat tidak memandang warna asal bahan baku tanah liat, tapi telah melewati proses pembakaran yang tepat. Melewati proses seperti batu bata yang dibakar kadang menyakitkan, kadang kita enggan. Apa yang akan kita lewatkan dari setiap proses jika kita ingin hasil yang kuat? Asal usul tidak penting, tapi berani dan mau 'dibakar' atau mengikuti proses yang kadang menyakitkan  

No comments:

Post a Comment