Wednesday, April 21, 2010

Ibu Kita Kartini

Entah karena lupa atau melewatkan informasi dari Jeyson dan Lia. Pagi ini Jeyson bersiap ke sekolah tanpa seragam sekolah. Kemeja batik dan celana jeans biru yang ia kenakan. Singkat cerita, ternyata ada peringatan Hari Kartini di sekolah Jeyson. Sampai di sekolah tampak riuh para siswa yang menggunakan batik, sedangkan para siswi menggunakan baju adat Indonesia. Senyum dan lucu melihat anak-anak memperingati Hari Kartini. Sepertinya bukan hanya anak-anak taman kanak-kanak yang sibuk. Dinar, adik saya yang bekerja di salah satu bank swasta nasional dalam status Facebook-nya menulis, ’ini lagi siap-siap dirias’. Rupanya dia diwajibkan mengenakan busana daerah dan menggunakan make up khusus.

Hari Kartini yang selalu diperingati pada 21 April merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Dimana pada 1879 di kota Rembang lahir Raden Ajeng Kartini. Hingga kini perjuangannya diperingati karena mengangkat emansipasi perempuan. Ia membuka sekolah bagi para perempuan dari seluruh strata. Karyanya berjudul DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang” sangat populer. Karena perjuangannya dikenang oleh Bangsa ini. Dikenang dengan harapan untuk selalu memberikan inspirasi bagi gerenerasi saat ini.

Memang setiap peristiwa memilik jamannya masing-masing. Ketika Kartini jaman dahulu mendobrak tingkap-tingkap pembatas gender. Namun saat ini diarahkan pada hal-hal yang lebih nyata untuk membuktikan bahwa perempuan bukanlah warga kelas dua.

Bukan bermaksud untuk menggugat cara memperingati Hari Kartina dengan cara berkebaya ria dan memakai pakaian adat Indonesia lainnya. Namun paling tidak penghormatan kepada Kartini juga memberi inspirasi bahwa perempuan juga mampu penolong bagi laki-laki. Seraca fisik memang berbeda. Tapi jika diteliti lagi, ada ditemui bahwa sifat atau ciri perempuan juga ada pada laki-laki, seperti menangis, melankolis, manja, dan seterusnya.

Saya memiliki pengalaman dibesarkan oleh seorang orang tua tunggal, yakni ibu saya karena ditinggal meninggal oleh papa. Beliau ternyata cukup bisa menjalankan fungsi sebagai orang tua, meskipun tidak selengkap dan seideal jika ada papa. Sekali lagi kondisi saya saat ini karena anugerah Tuhan yang mendengar dan melihat tetesan air mata beliau saat berdoa. Ternyata air mata menjadi sumber kekuatan untuk berharap kepada kuasa yang lebih besar.

Pengalaman lain, ketika Gadis lahir melalui operasi cesar, saya sengaja minta ijin dokter Sutyoso untuk ikut proses operasi. Ternyata ada pertaruhan yang harus Lia jalani ketika proses persalainan itu terjadi. Demikian juga pada saat pemulihan operasi dan menyusui, ada kesulitan yang harus ia hadapi. Memang hanya Bunda Maria yang bisa mengandung tanpa melalui proses persetubuhan. Tapi secara normal, tanpa kehamilan dan persalinan oleh seorang ibu, maka tidak ada bayi lahir di dunia ini.

Dalam sebuah teori yang digunakan untuk pengembangan masyarakat, ditemukan bahwa perempuan sebagai istri dalam rumah tangga lebih mampu memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ketika suami sudah bekerja dengan maksimal dan perekonomian belum menunjukkan perubahan, maka perempuan saatnya untuk muncul sebagai penolong.

Selain itu perempuan juga memeiliki wisdom tersendiri yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Selain dalam keluarga, saya dikantor saya juga bekerjasama dengan dua orang perempuan yang sangat hebat. Mereka sangat hebat dalam memberikan masukan untuk kemajuan departemen dan juga lembaga.

Semoga peringatan Hari Kartini tidak memberikan inspirasi pada sebuah kesadaran akan persamaan gender saja, tapi juga menjadi penolong bagi sesama. Seperti yang dikatakan oleh Lemuel, raja Masa tentang istri dan perempuan, ”ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya”. Selamat Hari Kartini dan berdiri teguh sebagai salah satu kekuatan utama kepada perempuan Indonesia.

Segarnya Nonton Bola

Laga penting Arema menjamu Persebaya di Kanjuruhan, pada 21 February 2010 menghadirkan pengalaman baru bagi saya. 3 hari sebelum kick off dimulai, saya sudah memesan tiket pada salah satu agen resmi yang ditunjuk panitia penyeenggara pertandingan. Tapi itu belum jaminan untuk bisa duduk di tribun dengan nyaman. Ketentuan pada pemesanan tersebut adalah menukarkan tanda bukti bayar dengan tiket sebelum pukul 12.00 WIB. Namun berita buruk datang dari seorang teman yang saya minta tolong untuk menukar tiket bahwa tiket VIP dan VVIP dibatalkan oleh panpel PT. Arema Indonesia. Weits.. sejurus informasi tersebut mendorong saya untuk berburu tiket pada calo karena counter resmi tidak mungkin memiliki stok. Alhasil saya mendapat tiket yang sudah melambung hampir lima puluh persen dari harga resmi. Itupun setelah melakukan tawar menawar yang alot dengan beberapa calo.

Saya dan Jeyson datang di tribune VIP tiga jam sebelum pluit pertandingan ditiup, sehingga masih bisa memilih tempat duduk yang nyaman. Semakin lama penuh juga tribun ini. Tanya kanan kiri, depan belakang, ternyata mereka semua membeli dengan harga yang sudah melambung dari harga normal. Bisik saya daam hati, ”pasti akan lebih dari 1 M pendapatan panpel kali ini, mengulang sukses derby lawan Persema” Memang derby melawan Persebaya selalu mengundang penonton. Baik itu di Tambaksari-Surabaya, maupun Gajayana atau Kanjuruhan – Malang. Tidak peduli berapapun harga, tetap saja tribune dipenuhi penonton.

Saya tidak tidak mau terlalu ribet dalam berhitung, seperti pola perhitungan jasa telekomunikasi akhir-akhir ini. Jika saya menggunakan cara perhitungan yang paling gampang seperti yang biasa digunakan oeh pedagang bawang merah atau lombok di pasar, paling tidak setiap orang yang duduk di tribune VIP harus menghabiskan lebih dari 100,000-150,000 rupiah. Kecuali yang masuk dengan gratisan dan dibayari oleh pacarnya. Hehehe..... Paling tidak mereka harus membeli tiket seharga 100,000 dan membayar ongkos kendaraan, parkir dan makan minum untuk mengganjal perut. Kalau saya mengubah jumlah katakanlah yang paling besar pengeluarannya 150,000 rupiah dalam USD, pada saat saya menuliskan ini dengan perhitungan melalui oanda.com, maka akan mendapatkan USD 16.60. Jumlah tersebut jika berdasarkan standart hidup yang ditetapkan oleh UNDP sebesar USD 2 per hari tiap orang. Maka jumlah tersebut bisa digunakan hidup selama 8 hari oleh satu orang.

Dari segi penampilan, penonton di tribune VIP dan VVIP juga seperti kebanyakan pengunjung di pusat-pusat perbelanjaan pada umumnya. Tentengan perangkat komunikasi canggih dengan model qwerty pad baik itu smartphone dari berbagai merek, maupun BlackBerry yang sesungguhnya atau jadi-jadian bagi penonton bola bukan hal yang jarang ditemui. Baik saat sebelum pertandingan dimulai atau jeda, kesibukan penonton bukan hanya ngemil, tapi juga update status dalam situs jejaring sosial terkenal seperti Facebook atau Twitter. Lagi-lagi disini penyedia jaringan diuntungkan karena jasanya banyak diminati.

Kenyataan tersebut tidak mampu menghapus perilaku yang tidak sepadan dengan penampilan. Masih banyak juga yang mengucapkan makian dan ungkapan bernada rasis saat public enemy, yakni Persebaya masuk lapangan. Saya juga marah saat ada perlakuan kasar terhadap pemain Arema. Saya juga dongkol saat wasit tidak meniup peluit meski ada pelanggran. Tapi mulutmu harimaumu. Semoga pemandangan yang saya lihat bukan cerminan yang ada di luar stadion. Penampilan kelas tinggi, tapi kelakuan masih rasis.