Wednesday, February 17, 2010

Diskonan Buku di Awal Semester

Januari-Februari adalah kebiasaan rata-rata perguruan tinggi memulai semester genap. Mahasiswa persiapan mengahdapi mata kuliah baru, atau bahkan mengulang mata kuliah yang nilanya gugur. Senada dengan kebiasaan itu, mahasiswa pada sebuah sekolah teologi di Batu juga bersiap dengan buku bacaan wajib dan pendukung.

Bagi penerbit buku teologi yang di Indonesia jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan dilihat sebagai moment yang tidak bisa dilewatkan untuk melakukan jemput bola untuk memenuhi demand mahasiswa.

Penerbit buku yang menerbitan penulis asli Indonesia dan hasil terjemahan penulis asing tersebut menawarkan dengan diskon 30%. Model penjualan yang lumrah diakukan oleh penerbit. Pilihan penerbit untuk memberikan nilai lebih pada pembeli adalah dengan diskon. Namun fakta membuktikan sumber pembiayaan mereka adalah dari orang tua, pribadi atau lembaga. Sangat jarang mahasiswa teologi yang tinggal di asrama dapat melakukan side job untuk mendapatkan tambahan biaya memenuhi kebutuhannya. Hidup sederhana dan bersahaja adalah model sekolah teologi yang mewajibkan mahasiswanya tinggal di asrama. Jika ada yang berlebihan tentunya itu anugrah, dan prinsip berbagi dengan tentunya harus dipraktekkan dalam hidup berteologi sejak di kampus.”Mengapa tidak memilih cara yang lebih kreatif?”, pikir saya. Mungkin bisa diasumsikan yang mampu membeli buku untuk sebuah prestise, karena ikut-ikutan sesama mahasiswa beli buku dan memenuhi rak buku di masing-masing kamar asrama. Tapi bagi yang tidak memiliki cukup biaya, tapi memang benar-benar tertarik untuk belajar dan tahu isi pikiran penulis hanya bisa menelan air liur dan berharap ada teman yang mau meminjamkan. Memang perjuangan untuk menjadi sarjana teologi sangat berat. Usaha akhir yang bisa dilakukan adalah meminjam di perpustakaan jika selalu memperbarui koleksi bukunya, atau bisa juga kepada dosen.

Nilai lebih dengan pemberian diskon bagi mahasiswa dan penerbit itu sendiri kurang terasa gregetnya jika dibandingkan dengan pemberian buku secara langsung dan gratis kepada mahasiswa yang memang berminat untuk baca. Biasanya mahasiswa jika menyampaikan pendapatnya di kelas suka melandasakan pada literatur yang dia baca. Jadi secara tidak langsung proses branding telah dimulai ketika itu. Jadi benefitnya adalah, penerbit ikut ambil bagian dalam membantu proses belajar mahasiswa, penerbit tidak perlu menjatuhkan image bahwa buku teologi adalah identik dengan diskonan, dan terakhir belajar teologi adalah suatu prestise tersendiri karena dari segi keilmuan tidak kalah dengan disiplin ilmu yang lain. Hal yang lebih signifikan adalah melakukan approaching dengan sponsor mahasiswa.

Monday, February 15, 2010

Derby Malang, Pertamanya Kami

15 hari sudah meninggalkan bulan Januari 2010. Namun tersisa kegilaan yang telah saya lakukan bulan lalu. Salah satunya berduaan dengan Jeyson menyaksikan partai derby Arema melawan Persema pada 10 Januari. Partai itu melahirkan fakta:

  1. Arema menang 3-1 atas Persema. Meski sebelumya sempat tertinggal 0-1 akibat salah komunikasi barisan pertahanan Arema di menit 15 oleh Jairon Feliciano.

  2. Panpel Arema memecahkan rekor pendapatan dari partai tersebut dengan tembus angka 1 Milyar.

  3. Panpel masih menjalani proses banding atas tuduhan penyuapan terhadap sangsi hukuman komdis PSSI akibat rasisme dan penonton yang meluber hingga ke lapangan.
    Untuk pertama kalinya untuk Jeyson duduk di tribun sepak bola.

Menyaksikan sepak bola secara langsung di tribun bersama anak seumuran Jeyson (5 tahun) ada tantangan tersendiri. Berikut beberapa tips yang akan saya bagikan:

  1. Berikan pemahaman pada si kecil bahwa harus memiliki tiket saat akan masuk stadion.

  2. Pastikan bahwa si anak cukup paham tim apa yang akan berhadapan. Misalnya warna kostum tim yang akan berhadapan.

  3. Tunjukkan waktu pada jam tangan atau telpon genggam saat kick off akan dimulai. Biasanya anak merasa bosan, oeh karena itu perlu diberitahu jam akan mulai dan berakhirnya.

  4. Perhatikan saat feeding dan sleeping untuk si kecil. Kalau lengah bisa gawat dan bisa-bisa ngambek. Kalau memang ngantuk harus kita pangku demi kenyamanan kita menonton. Pastikan untuk membawa makanan kecil dan minuman untuk si kecil.

  5. Pastikan mudah untuk mencapai akses ke kamar kecil. Kalau hanya berdua si kecil, jangan lupa menitipkan tempat duduk Anda ke penonton di sebelah kalau tidak mau diserobot orang lain. Harap diingat disini tiket sepak bola tidak ada seat number.

  6. Anda harus paham tim lawan yang menjadi public enemies suporter karena sangat mungkin muncul cemoohan, makian dan hujatan. Partai ini yang menjadi musuh utama adalah Suroso, mantan defender Arema yang saat ini berkostum Persema. Ada teriakan, ”Suroso J!@##k”. Si kecil tentunya mendengar, namun tentunya samar. Pengalaman saya, Jeyson bertanya, ”Mengapa Suroso di bilang Ngantuk?” ”Ya, dia selalu salah passing bola” jawab saya. Jadi Pandai-pandailah memelesetkan setiap makian. Si kecil pasti mudah menyerap setiap suara di stadion. Kalau memang si kecil sempat menangkap dengan jelas, berilah pemahaman yang benar tentang perilaku tersebut. No Racism. (yang ini PSSI perlu menjelaskan lagi tentang rasisme, karena ungkapan pisuhan dalam masyarakat sudah lumrah)

  7. Terakhir adalah bersiap memberi pemahaman bahwa kalah menang di pertandingan itu biasa. Mendukung tim kesayangan bukan berarti merusak. Jika kalah akuilah dengan legowo. Jika menang syukurilah itu sebagai anugrah, kerja keras dan jangan jumawa.

Mengutip pernyataan seorang rekan pendukung Liverpool, ”Mendukung tim kesayangan saat menang adalah biasa, tapi mendukung saat tim terpuruk menunjukkan karakter kita sesungguhnya.” Berharap kita berdua bisa ada lagi di tribune Kanjuruhan tanggal 21 Februari saat Arema melawan Persebaya, tim asal Surabaya, kota kelahiranku. Satu Jiwa - Arema Indonesia

*saya dedikasikan untuk jagoanku, Jeyson Marhens Prasetyo

Jaga Hati, Jaga Perasaan

Siswi kelas 2 salah satu SMP di Surabaya dan laki-aki berinisial Feb menjadi bahan pemberitaan beberapa media akhir-akhir ini. Perkenalan dua lawan jenis melalui situs jejaring sosial berbuntut pada pelaporan kepada berwajib oleh orang tua karena telah menghilang beberapa hari. Pada usia belia mereka menunjukkan ekspresi ketertarikan kepada lawan jenis dengan meninggalkan orang tuanya dan membuat orang-orang terdekatnya mengalami kesulitan untuk mencari keberadaan siswi tersebut.

Kisah itu layaknya di film Romeo-Juliet atau Sam Pek Eng Tay. Banyak sekali keputusan atau tindakan kita diambil oleh rasa cinta. Dengan alasan cinta, pendukung tim sepak bola bisa membuat kerusuhan. Dengan alasan cinta, kelompok demonstran peneriak keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat melakukan pengrusakan. Masih banyak lagi tindakan yang diambil dengan alasan cinta dan kasih namun berujung pada tangis dan hilangnya damai sejahtera itu.

Hati yang berkenan dihadapan Allah Bapa menjadi dasar kita untuk melakukan segala sesuatu. Hati adalah sumber keinginan dan keputusan. Lalai dalam menjaga hati kita akan mengakibatkan kita menyimpang dari jalan yang aman dan terjebak dalam jerat pembinasaan (Ams 7:24-27); menjaga hati kita melebihi segala sesuatu menghasilkan hidup yang mantap pada jalan yang rata karena perkenan dan kasih karunia-Nya (
Ams 4:25-27). Ungkapan kasih dan cinta kita juga seharusnya terlahir dari hati yang tertulis dalam Amsal. Sehingga jika ungkapan itu membuahkan rasa sakit, maka itu akan mendatangkan kebaikan bagi yang menerimanya. Sebaliknya jika ungkapan itu terasa menyenangkan, maka itu bukan dari buah kepura-puraan.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan - Amsal 4:23