Sunday, January 4, 2015

Pilihan Tradisional atau Modern di Tangan Siapa?

Tulisan ini dibuat dengan duka atas musibah QZ8501.

Siapa yang tidak percaya teknologi diciptakan untuk mempermudah hidup? Era 90-an saya masih melihat Pakde di Magetan membajak sawah menggunakan bantuan tenaga sapi. Tapi belakangan, sepupu saya menggunakan mesin traktor untuk mengolah tanah sawah untuk siap ditanami.
“saiki nggawe traktor iki ben cepet” (sekarang pakai traktor, supaya cepat), kata mas Andik.
Teknologi dibentuk sejak zaman dahulu untuk menunjang kehidupan manusia. Kalau masih percaya sama Tuhan, tidak ada salahnya Anda bersyukur pada Tuhan yang masih memberikan akal budi kepada manusia untuk menciptakan teknologi hehehe.

Eh, jadi manusia jangan menepuk dada dulu dengan itu teknologi. Ada juga upaya proses pembentukan teknologi yang nir-fungsi untuk menunjang manusia. Misalnya itu mesin traktor untuk digunakan di daerah yang ketersediaan bahan bakar minyaknya tipis dan mahal. Mesin yang dimaksudkan untuk memudahkan kerja petani malah menjadi beban. Apa pernah Anda dengar kisah seperti ini yang  ujungnya membuat tidak lagi percaya dengan program ini dan itu dari pemerintah dan LSM? Sebuah teknologi akan urung disebut teknologi jika tidak memberi nilai tambah, kira-kira begitu menurut saya lho.

Ketika menulis ini, sedang gencarnya berita tentang kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501. Sebuah situs menulis pendapat narasumber yang menganggap mengambil info cuaca secara fisik itu cara tradisional. Bisa jadi cara tradisional sudah usang, berganti yang lebih modern atau bahasa kerennya kekinian.  

Tapi saya punya pengalaman menggunakan cara tradisional dalam menggunakan fasilitas layanan pengaduan. Anda pernah tahu bus antar kota antar provinsi berlabel PO. Sumber Kencono? Kalau tidak salah sekarang namanya menjadi Sumber Selamat dan Sugeng Rahayu. Dalam budaya Jawa, pergantian nama memiliki makna sendiri. Dalam istilah dunia pemasaran mungkin ini yang dinamakan dengan re-branding. Entah karena alasan apa, kalau Sampeyan tahu, minta tolong saya dikasih tahu.

Pertengahan 2014 pernah saya mencoba menumpang bus ini dari Solo dengan tujuan Madiun. Identitas warna yang menempel di bus mudah dikenali seperti bus sebelum berganti nama. Ekspektasi layanan tidak terlalu tinggi karena ini bus ekonomi. Ketika naik bus ekonomi dengan cat dominan abu-abu dan biru ini  langsung berasa sejuk dari pendingan udara. Sengaja mengambil duduk di bagian tengah, agar bisa melihat ke arah depan karena sudah malam dan tidak bisa berharap pemandangan di samping kanan kiri.

Di antara deru mesin bus dan kendaraan lain selintas mendengar Pak Sopir dan Pak Kernet berbincang dan sesekali diiringi canda menggunakan bahasa Jawa. Pembicaraan tentang pengalaman catatan waktu tempuh selama ini dan membicarakan pengemudi kendaraan lain yang dianggap tidak bisa melajukan kendaraan dengan kencang.

“Okelah, ini cara mereka membunuh kejenuhan di jalan”, batinku

Selepas Sragen dan memasuki kawasan hutan di Ngawi mulai menunjukkan tanda-tanda Pak Supir mulai berusaha mendahului kendaraan bermuatan berat dan membuat kendaraan lain merasa terhambat. Tak ada jalan lain kecuali mendahului. Tapi apa daya, kendaraan dari arah berlawanan juga padat. Pak Supir berusaha dengan kelincahannya mengendalikan kemudi dan didukung ‘kode-kode’ dari Pak Kernet berusaha mendahului kendaraan lain. Pada suatu kesempatan namun tidak tepat dalam memilih momentum untuk mendahului truk gandengan, bus yang saya tumpangi berpenumpang sekitar 40an orang hampir mengalami kecelakaan dengan kendaraan dari arah berlawanan dan kaca spion menyentuh kendaraan di depan. Sontak dari deretan depan saya seorang Ibu mengucap doa dengan suara yang keras, atau lebih tepatnya berteriak histeris sambil mengucap doa. Situasi yang berbeda ditunjukkan dengan Pak Supir dan Pak Kernet, mereka malah tertawa terbahak-bahak menertawakan kegagalan mereka mendahului kendaraan lain.

“Ini masalah kenyamanan dan keselamatan penumpang”, batinku

Maka secara spontan saya berteriak, “Mas hati-hati kalau nyupir, ini penumpangnya ketakutan”

Nada tidak simpatik ditunjukkan Pak Kernet, “Opo ae se” (apa aja sih ini – red)

Melihat cara menangggapi keluhan penumpang yang tidak simpatik seperti itu saya spontan berkata, “Sampeyan untung mau gak nabrak, gelem nek bus sampeyan iki diobong maneh” (Anda untung tadi tidak nabrak, mau bus Anda dibakar massa lagi? –red). Bus ini pernah mengalami kejadian kecelakaan dan berujung pada amuk massa.

Mungkin ini pilihan saya untuk ambil cara sampaikan keluhan secara tradisional. Di bagian dalam bus ini ditulis pelayanan pengaduan melalui sms meski tersamar dalam remang lampu bus, tapi entah kapan akan direspons karena keresahan penumpang teradi saat itu. Pengaduan melalui sms memang lebih modern. Tapi saya memlih cara tradisional, meski ada kata-kata yang tidak bisa saya tuliskan disini namun bisa cepat direspons Pak Sopir saat itu juga dengan mengubah cara mengemudinya dan memberi rasa aman kepada penumpang. Ini bukan tentang regulasi angkutan jalan raya, tapi membangun rasa aman bersama di jalan raya dan saya angkat jempol dengan Pak Sopir yang sudah merespons dengan baik dengan merubah cara mengemudi seketika itu.


Bagaimana dengan Anda, mau pilih yang modern atau tradisional? 

Thursday, July 3, 2014

Sebungkus Bubur dan Semua Yang Baik

Waktu terus berjalan dan meningggalkan bayangan dibelakang kita. Berapa jauh perjalanan hidupmu, sejauh itu juga bayangan melekat. Ada yang berusaha keras menghapus bayangan seperti kata mbak Momo, ‘lumpuhkan ingatanku’ atau sebaliknya berusaha memanggil semua bayangan ingatan masa lalu. Ada juga yang berusaha keras menghadirkan bayangan masa lalu dalam konteks kekinian. Masa lalu bagi sebagian orang menjadi penting untuk melangkah ke masa depan. Manis dan getir masa lalu jadi pembelajaran di mana depan.  Jika masa lalu itu berat, segera bebaskan langkah untuk melepas beban masa lalu.
Untuk wujudkan itu, entah mengingat masa lalu atau hapus banyak cara dilakukan. Salah satu cara mengingat masa lalu dengan mencicip ulang apa yang pernah kita rasakan masa lalu. Mainan masa kecil, membuka kembali album foto , membaca ulang tulisan di blog pribadi atau mencicip makanan kala dulu.
lapak bubur kampium

Bagi perantau tentunya jajanan khas daerah asal akan mengingatkan masa-masa lalu. Meski tidak ikut menjalankan ibadah puasa, saya tertarik berbaur kerumunan manusia Ibu Kota yang tengah mempersiapkan diri buka puasa di kawasan Kramat Raya. Ya, Kramat Raya tepat sebelah timur jembatan layang Pasar Senen berderat warung Kapau. Pelayan warung nasi Kapau yang menawarkan dan aroma gulai menjadi daya tarik untuk duduk dan mencicip. Aneka menu khas Bukit Tinggi tertata di baskom-baskom ukuran besar. Saya tidak sempat hitung berapa banyak jenis menu di satu warung nasi Kapau. Mungkin kalau Anda tahu, minta tolong saya dikabari.

Hari ini saya tertarik mencoba salah satu menu yang diburu pembeli sebagai menu buka puasa, yakni Bubur kampium. Bubur campur berisi ketan hitam, bubur sumsum, biji salak yang mirip candil dilengkapi pisang kukus atau mungkin dikolak. Masing-masing jenis dikemas terpisah-pisah, bahkan kuah kolak yang terpisah menjamin masih dinikmati dengan utuh tiap isinya ketika tiba di tempat. Maklum saya harus di kantor hingga larut. Macam-macam bubur tercampur jadi satu ini mirip dengan bubur-bubur yang pernah saya nikmati di daerah asal saya. Meski bukan asli Sumatra Barat dan tidak ikut berpuasa seperti saya juga cukup patut membungkus seporsi bubur kampium karena mirip bentuk dan rasanya sebagai pelepas rindu. Rindu itu mungkin disebabkan ada hal-hal yang melekat dalam diri saya, yakni Surabaya dan isinya. Mudah mencari padanan makanan Surabaya sekadar pelepas rindu di Jakarta ini. Tapi ada hal-hal melekat lain yang susah untuk dilepaskan. Mungkin bubur kampium yang mirip dengan bubur-bubur yang mudah didapti di pasar Bratang ini hal sepele. Tapi ini cukup memanggil ingatan saya kala itu. Ingatan pada petuah dan pembelajaran itu menempa dan menjadikan adanya kini.


Hari-hari terakhir ini saya sering bolak-balik ke Jakarta – Surabaya. Tapi masih tetap ingin ke Surabaya segera. Atau ini sebagai pertanda saya harus segera menetap di Surabaya dengan segala konsekuensi. Konsekuansi dengan hal-hal baru. Konsekuensi bertemu orang-orang lama dengan segala dimensinya. Konsekuensi dengan posisi pekerjaan yang baru. Apakah setelah di Surabaya nanti saya akan merindukan bayangan yang ada di belakang? Saya menyerahkan kepada pemilik waktu. Semua akan dijawab di sana.  Semoga ini bukan sekadar pulang tapi hasil dari memikirkan untuk semua yang benar, semua yang mulia, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. 

So maybe tomorrow
I'll find my way home
-    Stereophonics

Wednesday, June 18, 2014

The Man Who Can't Be Moved



The Man Who Can't Be Moved - The Script





Going back to the corner where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna move
Got some words on cardboard, got your picture in my hand
Saying, "If you see this girl can you tell her where I am?"

Some try to hand me money, they don't understand
I'm not broke – I'm just a broken-hearted man
I know it makes no sense but what else can I do?
How can I move on when I'm still in love with you?

[Chorus]
'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could be
Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet
And you'll see me waiting for you on the corner of the street

So I'm not moving, I'm not moving

Policeman says, "Son, you can't stay here."
I said, "There's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year.
Gotta stand my ground even if it rains or snows.
If she changes her mind this is the first place she will go."

[Chorus]

So I'm not moving, I'm not moving,
I'm not moving, I'm not moving

People talk about the guy that's waiting on a girl, oh ohh
There are no holes in his shoes but a big hole in his world, hmm

And maybe I'll get famous as the man who can't be moved
Maybe you won't mean to but you'll see me on the news
And you'll come running to the corner
'Cause you'll know it's just for you
I'm the man who can't be moved
I'm the man who can't be moved

[Chorus x2]

Going back to the corner where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag, I'm not gonna move

*antara 73 dan 103

Belajar Dari Batu Bata

Apa Anda pernah melihat proses pembuatan batu bata? Ya, batu bata yang lazim digunakan untuk membangun rumah, pos satpam, tempat sampah, gedung atau kantor Anda. Barang kotak warna merah yang kerap ada hape lawas yang diidentikan  dengan batu bata. Mungkin karena ukuran dan bentuknya membuatnya mirip. 

Saya tidak sedang membahas kualitas bangunan menggunakan batu bata merah karena saya memang bukan ahli bangunan. 

Ini cerita kalau saya pernah lihat pembuatan batu bata milik seorang kawan yang diproduksi di pinggir sawah, dicetak dari tanah liat, dibakar dengan katu dan sekam, dijemur di atas lahan tanah, di tutup dengan plastik agar terhindar dari hujan dan menjadi kering sehingga siap dibakar. Juga tentang kayu dan sekam yang menjadi abu untuk membakar batu bata menjadi matang siap digunakan.

Udara dingin yang membekap gelap pagi buta terasa lengkap dalam menunggu angkot selama 45 menit di pojokan Mertokondo arah Karangsambung. Bergiliran dua tukang ojek menawarkan jasa secara halus dengan menjelaskan angkot masih lama, menunggu terang. Dalam perhitungan saya sambil melirik jam tangan, sekitar dua jam lagi sinar matahari menyapa Kebumen. Tidak terlalu lama untuk ukuran rencana perjalanan saya kali ini, dalam hati saya. Pagi buta bertemu kawan yang baru pertama kali bertemu di depan kantor desa juga membuka kesempatan kesan kurang baik. Alasan lainnya jarak 19 kilo meter jika menggunakan ojek ditawarkan empat kali lipat dari harga angkot. Lebih baik duduk bertahan diemperan toko dengan rolling door masih terkunci rapat, bertahan sambil menunggu matahari terbit dan berharap bisa melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Hanya ada seorang supir angkot yang bakal saya tumpangi dan dua pengemudi ojek motor yang setia menunggu datangnya penumpang entah sampai kapan. Tak lama datang seorang yang saya lihat dari guratan wajahnya cocok sudah renta, namun semangatnya dalam bercerita tentang perjalanannya dari Bekasi dengan semangat. Jalanan menyisakan  lalu lalang kendaraan mulai sepeda motor, hingga mobil ukuran kecil dan tiga seperempat yang kemudian senyap. Di antara senyap dari salah satu bangunan deretan bangunan yang menyerupai toko atau warung terdengar semburan suara kompor dan  riuh minyak panas yang menggoreng sesuatu. Tak lama suara pintu terbuka dari salah satu bangunan, dan benar itu dari sumber suara tadi. Bergegas supir angkot menawarkan saya untuk ngopi di warung sambil menunggu penumpang lain. Ha ini diikuti dua pengemudi ojek motor dan bapak tua tadi. Tempe goreng panas tersedia diatas wadah yang menyerupai nampan dan penjual dengan lincah menyiapkan ketan yang dibentuk bulat dengan tangan berlapis plastik. Lumayan mengganjal perut dingin ini engan ketan, tempe dan segelas kopi.

Tak lama, supir angkot memberi tanda angkot akan segera jalan. Menyusuri kampung batik khas Kebumen, hamparan sawah, kelokan jalan mengikuti lekukan bukit. Akhirnya berhasil sampai di tempat yang telah disepakati dengan seorang kawan. Saya tidak menampik ajakan kawan, sebut saja Adi ke tempat kerjanya. Tempat kerja yang jauh dari kata mentereng, di kelilingi sawah dengan pemandangan sungai. Ya, Adi adalah wirausahawan batu bata. Diakhir obrolan saya sempat tanya bagaimana batu bata ini disulap dari tanah biasa menjadi potongan kotak warna merah dan kuat sebagai penopang atap rumah sebagai pelindung segala isi bangunan. Proses pemilihan jenis tanah yang digunakan, cetak, pengeringan, hingga pembakaran sampai siap dikirim harus melampaui waktu, ketekunana dan keahlian. Tanah liat merah di desa itu memang baik digunakan sebagai bahan batu bata. Tanah yang sudah diolah dan dicetak dikeringkan. Untuk menghindari kerusakan saat pengeringan, maka tumpukan batu bata mentah dibatasi dan ditutup dengan plastik agar tidak rusak karena hujan. Kemudian batu bata dibakar bisa menggunakan sekam dan kayu bakar. Pembakaran biasanya berlangsung satu hari hinggga proses pendinginan. Setelah dingin, kayu dan sekam yang menjadi abu karena api mulai disinggirkan untuk kemudian menjadi kebutuhan abu gosok. Lapisan luar dari tumpukan batu bata yang hitam terkena api dikupas, sisanya batu bata yang berwujud dan kuat.   

Kunci kekuatan batu bata terletak pada saat membakar. Bakar batu bata akan merubah warna dari bahan batu bata. Bergantung jenis tanah liat yang digunakan sebagai bahan baku. Pembakaran meubah tanah liat berbentuk kotak warna asal tanah liat menjadi kuat. Siap menopang yang di atas. Batu bata yang kuat tidak memandang warna asal bahan baku tanah liat, tapi telah melewati proses pembakaran yang tepat. Melewati proses seperti batu bata yang dibakar kadang menyakitkan, kadang kita enggan. Apa yang akan kita lewatkan dari setiap proses jika kita ingin hasil yang kuat? Asal usul tidak penting, tapi berani dan mau 'dibakar' atau mengikuti proses yang kadang menyakitkan