Sore itu langit Jatinegara tersaput awan, membuat sore
teriring sejuk di pertengahan ramadhan ini. Membuat perjalanan ke rumah sakit
ini menjadi lebih nyaman untuk temui seorang kawan. Salah satu bangku dari
empat bangku yang mengapit meja saji sebuah kantin di lantai dua rumah sakit
ibu dan anak di bilangan jatinegara duduk pria seusia dengan saya. Di atas meja
cangkir berisi teh yang tinggal setengah, tas wanita yang menandakan dia tidak
sendiri dan laptop yang aktif. Guratan wajah lelah dan kurang tidur nampak dari
sosok ini. Sebut saja laki-laki ini sebagai Marhein, mirip memang namanya
dengan anak saya Jeyson Marheins Prasetyo. Setelah berjabat tangan, saya disilakan
duduk dan menjawab pertanyaan pembuka tentang kabarku yang disampaikannya.
“jadi sekarang kondisi anak gimana Mas?”, tanya saya
“sekarang sudah lebih bagus dari sebelumnya, sudah gerakkan
tangan”, sahutnya
“sakitnya adik apa sih?” tanya saya ingin tahu
“istilahnya MSUD, jadi sistem dalam tubuhnya jadi terganggu,
gak normal kadar keasaman darahnya tinggi”
“perawatannya gimana
Mas?”
“ini masih masih harus lewati pemulihan sampai harus keluar
RS”, urai Marhen
“Mmmmm” gumamku sambil berusaha menahan rasa ingin tahu.
Beralasan aku tidak tanya lebih banyak. Hari itu adalah hari
ke 16 bagi Janisa dirawat di Neonatal Intensive
Care Unit – NICU sebagai ruang khusus perawatan bagi anak yang baru lahir.
Tentu banyak kerabat dan handai taulan datang menjenguk, menanyakan kabar dan
membutuhkan penjelasan. Saya tidak mau menjadi beban lagi di tengah raut
lelahnya bersama istri menemani adik dengan pertanyaan yang sama.
MSUD akronim dari Maple Syrup Urine Disease. Menurut The MSUD Family Support Group , MSUD adalah gangguan metabolik yang diwariskan.
MSUD bisa akibatkan keterbelakangan mental, cacat fisik, dan kematian. Gejala
gangguan tersebut pada tahun 1954 bisa terjadi pada etnis apa saja dengan
perbandingan 1 kasus pada 225.000 kelahiran.
Hasil diagnosa di Australia, ditemukan Janisa yang belum
genap berusia satu bulan ini secara metabolisme tidak maksimal mengolah protein
dalam tubuh. Lho, bukannya sumber makanan bayi hanya lewat susu dan itu
mengandung protein. Saya teringat pada kisah supir taxi yang bercerita bahwa
dua keponakannya di daerah Malang Selatan meregang nyawa karena minum ASI Eksklusif.
Kemudian anak ketiga tidak minum ASI. Saya sempat sulit masuk diakal ASI bisa
membuat anak mati. Baru sadar saja kalau saat saya menulis ini bertepatan
dengan Bulan ASI Nasional.
Apa itu hal yang sama terjadi dengan Janisa? Disfungsi
protein sebagai enzim untuk katalisator metabolisme mengakibatkan keasaman
darah menjadi tinggi berdampak pada kinerja liver dan organ lainnya yang membuatnya
terlelap. Hingga akhirnya harus dirawat dalam ruang khusus dibawah pengawasan Dr. dr. DamayantiRusli Sjarif, Sp.A(K). Tubuh mungil sesekali mengangkat tangan hanya bisa
kulihat dari balik dinding kaca ditempeli selang dan entah apa lagi yang
menghubungkan dengan sebuah kaca monitor untuk memantau kondisi tiap waktu.
Asupan makanan diperoleh dari susu khusus yang didatangkan dari Inggris.
Janisa anak kedua dari pasangan ini. Kalau ini sebuah hasil
warisan ada kemungkinan sang Kakak atau orang tuanya memiliki kecenderungan
seperti itu. Perlu dilakukan observasi untuk antisipasi. Tapi ini sepertinya
bukan saat yang tepat untuk bertanya, atau bahkan tepatnya menggurui. Ibaratnya
sudah teriris harus tersundut api. Tidak mau menjadi beban lagi. Secara fisik
jelas lelah menunggu di rumah sakit. Biasa tidur di kasur dan meluruskan badan
tapi harus menunggu di sebuah sofa atau meja kantin seperti saat kami bertemu.
Ibaratnya seperti standar keamanan penerbangan jika
mengalami gangguan penerbangan dan harus mengenakan alat pernafasan, yang tua
harus pakai dulu baru kemudian anak kecil. Tujuannya agar orang tua bisa
menolong anak. Demikian juga pasangan yang sedang berjuang hadapi realitas ini
juga akhirnya mengambil sebuah kamar kost di sekitar rumah sakit untuk sekadar meluruskan
badan atau membersihkan badan mengingat rumah mereka jauh. Perawatan di NICU
memang dalam pengawasan ketat tenaga medis dan memungkin orang tua meninggalkan
rumah sakit. Jika ada yang penting dan membutuhkan persetujuan tindakan bisa di
telepon dan datang. Saya bisa pahami jika alasannya lintasi jalanan Jakarta dengan
cepat tidak berbanding lurus dengan kebutuhan penanganan.
Saya hanya bisa menduga 16 hari di NICU kelelahan lain juga akibat
memikirkan kantong yang harus dirogoh dalam. Saya sempat yanya berapa satu hari
di NICU. “Sekitar 6 jutaan kalau tidak ada tindakan, pernah tembus belasan Mas”
kata Marhen. Jadi bisa dikalikan sendiri dalam batinku. Bagi saya ini pertemuan yang menarik dalam
mengupayakan cinta untuk anak. Untuk anak jangan coba-caba kata sebuah iklan.
Ini bukan perkara latar belakang kemampuan ekonomi keluarga. Saya tidak bisa
menakar itu. Kalau tidak diukur dari kepemilikan mobil banyak juga yang punya
tapi secara ekonomi tidak mantap. Ada yang hanya naik motor dan kereta tapi
tabungan deposito dan sawahnya luas. Saya melihat ini semua sebagai love is all, it gives all, and it takes all.
“Kalau pas lagi seperti ini masih bisa lihat kuasa Tuhan gak Mas?” pertanyaanku
terakhir sebelum aku pamit.
“Tuhan kelihatan besar sekali Mas”, jawabnya mantap
Ada yang bilang kalau tidak ada masalah besar atau masalah
kecil dalam hidup ini. Kalimat itu memiliki kesan absurd dan tidak jujur. Tapi itu
seharusnya tidak berlaku bagi yang percaya Tuhan. Tidak ada masalah yang lebih
besar dari pada Tuhan. Tapi di mana keadilan Tuhan jika anak yang kita kasihi
harus berjuang dengan sakit? Doa tidak mengubah sikap Tuhan, tapi ini mengubah
sikap hidup bagi yang berdoa kepadaNya. Ini juga berlaku bagi kita dalam mendaraskan
doa bagi kesembuhan Janisa
Game Genie Codes | The King of Dealer
ReplyDeleteCodes 카지노 for Genesis Mini kirill-kondrashin · Sledgehammer · Hyperbuddy · Pulseman · Phantasy Star IV · Desert Strike: Return to the Gulf