Tuesday, April 23, 2013

Tahu Tek Balai Pustaka



Mata berbinar ria ketika melihat kain bertuliskan “Tahu Campur & Tahu Tek Lamongan” sebagai penutup warung tenda ala pedagang kaki lima di bilangan Jl. Balai Pustaka Timur. Makanan yang sering saya temui di Surabaya, bahkan tiap hari lewat depan rumah.

Selang tidak lama setelah saya pesan dan sedikit memberi info tambahan dalam bahasa khas Jawa Timur, “Mas, pedes gak nggawe endog” (pedas tanpa telor). Sepiring tahu tek, terdiri dari potongan lontong, tahu dan kentang goreng, dressing kacang campur petis, bertabur taoge dan kerupuk. Sepintas mirip dengan Ketoprak, perbedaan paling mudah untuk mengenali darinya dari warna dressingnya, tahu tek berwarna hitam karena dicampur dengan petis. Selain terbuat dari udang, kupang, ikan, konon ada juga petis terbuat dari sapi. Beberapa makanan tidak pas tanpa ada petis, seperti tahu, ote-ote sampai kerupuk. Petis seperti penyedap rasa untuk beberapa makanan. Tak jarang ketika beli tahu petis, dan masih ada sisa petis disimpan di kulkas untuk suatu saat untuk makan krupuk hehehehe. Rasanya enak tak kalah dengan langganan saya di Surabaya dan harganya Rp 9,000. Kalau pakai telor mungkin beda Rp 2,000.

Tahu tek ini memang popular di Surabaya, beberapa penjual berasal dari Lamongan atau Sidoarjo. Selain dijual keliling gang perkampungan dan perumahan, ada juga yang tahu tek yang rasanya lumayan enak. Satu di Raya Baratajaya samping Hotel Narita, satu lagi di Dinoyo tepatnya di depan Suzana Bakery. Ini tempat artis makan tahu tek, terbukti dari foto H. Ali, pemilik warung dengan beberapa artis ibu kota.

Kami di rumah Bratang - Surabaya punya langganan tahu tek. Biasa kami panggil Pak Boski. Dia biasa lewat rumah diatas jam sembilan malam dengan gerobak hijau muda dikombinasi putih. Mengapa kami panggil Pak Boski, kadang dia agak kurang bisa dengar baik pesanan. Identik dengan bos-bos yang tidak suka mendengar. Awal jadi konsumen langgannya pernah salah, tanpa telor diberi telor, Lombok empat dikasih dua. Tapi karena bumbunya least dan tidak pelit dressing, saya coba pesan dengan ditambah bahasa isyarat dan konfirmasi ulang apa yang telah saya pesan. Saya juga sarankan dia juga lakukan yang saya, konfirmasi ulang ke tiap pelanggannya apa yang jadi pesanan supaya tidak salah. Kalau yang pesan lagi waras bisa maklum, tapi kalau lagi kumat, entahlah. Saking idolanya dengan pak Boski, kalau pas saya ke Surabaya, Mama selalu tawarkan dan ingatkan menjelang jam-jam di mana ia akan lewat. Pedagang tahu tek di Surabaya untuk memudahkan pelanggan mengetahui kalau sedang lewat menggunakan tanda dengan cara memukul wajan. Kadang ketika semua orang sudah terlelap dan jalanan sepi suara benturan antara besi pemukul dan wajan tidak bisa dibedakan antara memberi tanda kalau sedang lewat atau akan bangunkan orang tidur. Kabarnya di sejumlah komplek perumahan di Surabaya sudah dilarang masuk karena ada yang terganggu tidurnya. Kalau saya tidak masalah terganggu, habis makan tahu tek kenyang langsung balik lagi tidur, halah…  

Keterbatasan mendengar bukan berarti harus tinggal duduk diam berharap pertolongan orang lain. Masih ada usaha yang bisa dilakukan, seperti Pak Boski. Pak Boski ini berawal dari sebuah gurauan saya dengan @dinardwim, tapi ini harapan ke depan Pak Boski bisa benar-benar menjadi juragan tahu tek dan menambah armada gerobak tahu tek.  Semoga tulisan saya yang berawal dari perasan senang bertemu dengan tahu tek ini bisa memberi semangat ke teman-teman untuk melakukan yang terbaik dalam kesempurnaan tubuh yang dianugerahkan.  Salam

No comments:

Post a Comment