Dua minggu lalu saya dalam perjalanan ke Pekanbaru bersama
seorang kawan. Dari sebuah tempat pertemuan dengan seorang kolega di daerah
Karawaci, dengan menumpang mobil kami melewati jalan-jalan tembus, entah kalau
saya harus ulang lagi belum tentu bisa ulangi lagi. Istilahnya ‘jalan belakang’
untuk ke bandara Soekarno Hatta.
Selepas melapor keberangkatan dan bagasi di terminal 2F
seraya menuju ruang tunggu saya nyeletuk, “kita makan dulu”. Sambil melirik jam
sudah menunjukkan pukul 12.30, berarti masih ada sejam setengah untuk masuk pesawat.
“Nanti di peswat full services lho” sahut kawan saya.
“Jangan jagain servis Pak, saya ini termasuk golongan tidak
bisa lewat jam makan, bisa kumat sakit lambung” jawab saya sedikit membela
diri.
“Mau makan enak atau tidak enak?” Tanya kawan saya.
“Apa sajalah Pak, yang penting makan” sahutku sambil ikuti
kawanku yang perawakannya mirip Sammo Hung menuju sebuah lounge yang tawarkan gratis semua fasilitas bagi anggota sebuah
kartu kredit. Makanan yang dimasak menurut saya tidak ada yang dimasak dengan
harapan untuk jadi tidak enak, semua ingin masakannya dinilai enak, tergantung
cocok dilidah atau tidak. Saya paling senang kalau masak dan Jeyson, Gadis atau @liapras berkomentar, “Enak”.
Untunglah kawan satu ini punya kartu kredit yang sediakan
layanan untuk bisa menikmati ruang tunggu dengan fasilitas makan, minum, free wifi dan tentu bisa colok gratis untuk
charger telepon genggam. Saya paling maksimum hanya gunakan fasilitas GFF
Lounge dari @IndonesiaGaruda atau paling tidak beli makan atau minum di kedai
yang bertebaran di bandara. Itu juga kalau terpaksa kalau di luar area bandara
belum makan. Jika hanya sekadar menunggu penerbangan saya memilih duduk di
ruang tunggu dan membaca berkawan dengan minuman atau camilan.
![]() |
Bandeng Goreng dan Sambel Goreng Kentang |
![]() |
Lodeh Terong dan Daun Belinjo |
Setelah meletakkan tas dan bawaan di tempat duduk yang kami
pilih, segera meluncur di deretan buffet makanan. Aha, ternayta siang ini menu
utamanya adalah nasi, sayur lodeh, bandeng goreng dan tempe goreng berjaket. Istilah
terakhir ini saya gunakan untuk tempe yang digoreng pakai tepung. Jadi ingat
jaman di asrama seminary.
![]() |
tempe goreng berjaket |
Nasi, sayur lodeh terong dan daun belinjo yang gurih,
bandeng goreng kering nan gurih dan tempe goreng yang sepintas teksturnya seperti
mendoan ini cukup jadi makan siang yang nikmat dengan menu rumahan. Sebenarnya
untuk yang pantang makan nasi bisa mencoba aneka jajan pasar seperti getuk, tiwul
dan nagasari. Makan siang itu ditutup dengan irisan buah semangka dan secangkir
kopi yang langsung diseduh dari mesin coffee
maker. Nilai tambah lainnya adalah disuguhi pemandangan pesawat yang parkir
di apron dari dinding kaca. Kalau ada waktu bisa coba pijat refleksi.
![]() |
nge-brew kopi |
Lounge memang
istilah asing yang digunakan untuk ruang tunggu dengan fasilitas yang nyaman. Tapi
rupanya sudah membumi di Indonesia dengan menu-menu tradisional seiring dengan
meningkatnya kunjungan wisatawan asing. Menu boleh tradisional tapi masalah
kebersihan alat saji makanan, kalau perlu piring benar-benar kering dan tidak ada makanan tercecer di meja saji. Terakhir
adalah toilet higienis dan tidak ada tissue tercecer. Mungkin toilet di luar lounge bisa jadi lebih bersih.
No comments:
Post a Comment