Thursday, February 28, 2013

Sayur Lodeh dan Tempe di Lounge




Dua minggu lalu saya dalam perjalanan ke Pekanbaru bersama seorang kawan. Dari sebuah tempat pertemuan dengan seorang kolega di daerah Karawaci, dengan menumpang mobil kami melewati jalan-jalan tembus, entah kalau saya harus ulang lagi belum tentu bisa ulangi lagi. Istilahnya ‘jalan belakang’ untuk ke bandara Soekarno Hatta.

Selepas melapor keberangkatan dan bagasi di terminal 2F seraya menuju ruang tunggu saya nyeletuk, “kita makan dulu”. Sambil melirik jam sudah menunjukkan pukul 12.30, berarti masih ada sejam setengah untuk masuk pesawat.

“Nanti di peswat full services lho” sahut kawan saya.

“Jangan jagain servis Pak, saya ini termasuk golongan tidak bisa lewat jam makan, bisa kumat sakit lambung” jawab saya sedikit membela diri.

“Mau makan enak atau tidak enak?” Tanya kawan saya.

“Apa sajalah Pak, yang penting makan” sahutku sambil ikuti kawanku yang perawakannya mirip Sammo Hung menuju sebuah lounge yang tawarkan gratis semua fasilitas bagi anggota sebuah kartu kredit. Makanan yang dimasak menurut saya tidak ada yang dimasak dengan harapan untuk jadi tidak enak, semua ingin masakannya dinilai enak, tergantung cocok dilidah atau tidak. Saya paling senang kalau masak dan Jeyson, Gadis atau @liapras berkomentar, “Enak”.

Untunglah kawan satu ini punya kartu kredit yang sediakan layanan untuk bisa menikmati ruang tunggu dengan fasilitas makan, minum, free wifi dan tentu  bisa colok gratis untuk charger telepon genggam. Saya paling maksimum hanya gunakan fasilitas GFF Lounge dari @IndonesiaGaruda atau paling tidak beli makan atau minum di kedai yang bertebaran di bandara. Itu juga kalau terpaksa kalau di luar area bandara belum makan. Jika hanya sekadar menunggu penerbangan saya memilih duduk di ruang tunggu dan membaca berkawan dengan minuman atau camilan.

Bandeng Goreng dan Sambel Goreng Kentang

Lodeh Terong dan Daun Belinjo


Setelah meletakkan tas dan bawaan di tempat duduk yang kami pilih, segera meluncur di deretan buffet makanan. Aha, ternayta siang ini menu utamanya adalah nasi, sayur lodeh, bandeng goreng dan tempe goreng berjaket. Istilah terakhir ini saya gunakan untuk tempe yang digoreng pakai tepung. Jadi ingat jaman di asrama seminary.

tempe goreng berjaket
Nasi, sayur lodeh terong dan daun belinjo yang gurih, bandeng goreng kering nan gurih dan tempe goreng yang sepintas teksturnya seperti mendoan ini cukup jadi makan siang yang nikmat dengan menu rumahan. Sebenarnya untuk yang pantang makan nasi bisa mencoba aneka jajan pasar seperti getuk, tiwul dan nagasari. Makan siang itu ditutup dengan irisan buah semangka dan secangkir kopi yang langsung diseduh dari mesin coffee maker. Nilai tambah lainnya adalah disuguhi pemandangan pesawat yang parkir di apron dari dinding kaca. Kalau ada waktu bisa coba pijat refleksi.

nge-brew kopi
Lounge memang istilah asing yang digunakan untuk ruang tunggu dengan fasilitas yang nyaman. Tapi rupanya sudah membumi di Indonesia  dengan menu-menu tradisional seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan asing. Menu boleh tradisional tapi masalah kebersihan alat saji makanan, kalau perlu piring benar-benar kering dan  tidak ada makanan tercecer di meja saji. Terakhir adalah toilet higienis dan tidak ada tissue tercecer. Mungkin toilet di luar lounge  bisa jadi lebih bersih.

No comments:

Post a Comment