Cuci tangan bukan hanya sekedar ritual yang perlu dilakukan
sebelum makan atau sebelum tidur. Untuk alasan kesehatan sebegaia salah satu indicator
Child Well-Being , PBB melakukan
kampanye melalui gerakan Hari Cuci
Tangan Pakai Sabun Sedunia. Kampanye ini dilatar belakangi oleh upaya penurunan
angka kematian bayi dimana lebih 5000 balita penderita diare meninggal setiap
hari di dunia sebagai akibat kurangnya fasilitas sanitasi dan pendidikan
kesehatan. Pada masyarakat Indonesia yang sistem kepercayaan dianut secara
turun temurun, setelah bepergian harus cuci tangan dan kaki agar kontaminasi “mahluk
halus” tidak menempel.
Terlepas dari dua alasan itu, memang kalau kita sadari atau
tidak tiap aktifitas kita tidak lepas dari bersentuhan dengan orang lain baik
secara langsung atau tidak. Ketika melakukan pembayaran dengan uang sebagai
alat tukar juga pernah dipegang oleh orang lain yang tidak terdeteksi dengan
kasat mata ada virus apa. Hidup di Jakarta bisa kapan saja terpapar virus. Ini
bisa diakibatkan oleh kualitas hidup masyarakat yang tidak sama, polusi di
mana-mana. Apalagi yang tidak bermodal banyak, kemana-mana naik angkutan umum
dan jalan kaki. Naik kereta atau angkkutan umum dan tidak kebagian tempat duduk
memanksa kita menyentuh bagian badan kendaraan yang sebelumnya dipegang orang
lain. Di rumah kita juga tidak lepas dari benda yang tercemar, misalnya kita
kaan membuang sampai, sampai sikat kamar mandi. Tidak mungkin kita terlepas
dari paparan virus.
Tidak ada rotan, akarpun jadi. Ungkapan ini yang bisa kita terapkan dalam
situasi apapun. Tuntutan untuk tetap sehat tapi kita tidak bisa mengelak dari
sakit. Seperti tenaga medis yang menangani pasien dari berbagai latar belakang
dan jenis penyakit juga dituntut tetap sehat. Oleh karena itu seperti di RS
Persahabatan disediakan cairan pencuci tangan, antiseptik, atau sanitasi tangan
atau istilah keren yang sering digunakan hand rub seperti gambar diatas.
Konon cairan ini dikenalkan pada awal abad 21. Sesuai dengan fungsinya agar
digunakan kapan saja, antiseptic ini berbentuk cair, atau jelly berbahan dasar
alkohol atau etanol. Mengenai efektifitas membunuh kuman masih terjadi
perdebatan dikalangan pemerhati kesehatan. Efektifitas dalam membuh kuman yang
menempel pada tangan masih dibutuhkan air dan sabun. Dua merek sabun yang
slogan untuk membunuh kuman adalah Lifebuoy dan Dettol. Air yang digunakan cuci
tangan juga harus bersih dan mengalir, bukan seperti kobokan di restoran
Padang, Sunda atau lalapan khas Jawa Timur. Kalau Anda perhatikan dengan
cermat, di beberapa toilet bandara sudah diberikan informasi untuk menjaga
kebersihan ketika menggunakan toilet. Salah satu fasilitasnya adalah
menggunakan sistem sensor untuk mengalirkan air di wastafel atau diberi pentuk
untuk menekan kran dengan tissue agar tidak bersentuhan dengan benda yang
memiliki peluang memindahkan virus ke bagian tubuh kita.
Jika di rumah sakit difasilitasi dengan cairan pencuci
tangan, demikian dengan di kantor dan pabrik-pabrik. Karyawan sehat,
produktifitas meningkat. Sehingga tidak ada yang disalahkan jika karyawan tidak
produktif karena sakit.
Dua merek sabun yang saya sebut diatas dalam iklan promosi snediri tidak berani mengklaim telah seratus persen membunuh kuman yang menempel di tangan. Intinya tetap dibutuhkan cuci tangan untuk mencegah terpapar virus. Tapi hindari perilaku cuci tangan ala Pontius Pilatus sebagai tanda tidak bersalah. Cuci tangan ala Pontius Pilatus tidak serta merta membuat dia terhindar dari rasa bersalah karena menghukum orang yang tidak bersalah. Saya juga pernah salah mengambil keputusan. Untuk keputusan saya pribadi mungkin tidak terlalu banyak yang harus tanggung dampaknya. Tapi kalau keputusan saya salah menyangkut orang lain akan banyak pengaruhnya, bagi dia pribadi juga keluarganya. Jadi perlu tindakan reflektif untuk mengakui dan merevisi keputusan salah. Sama seperti upaya cuci tangan untuk cegah terpapar virus, juga perlu upaya sadar diri kalau kita tidak bisa terhindar dari sakit.
No comments:
Post a Comment