“Hi Joe, kalau sudah diterima tolong langsung kirim tanda
terimanya ya, kalau nggak ntar rempong,” demikian suara dari seorang
wanita diujung telepon nan jauh di sana tapi suaranya riuh sekali.
Mungkin itu pertama kalinya saya dengar kata “rempong” meski diucapkan dengan logat
Jawa yang ketal.
Setelah sedikit googling, akhirnya lewat kamusslang.com tau juga arti rempong, yakni repot, ribet. Memang akhir-akhir ini ‘rempong” sering digunakan dalam
percakapan lewat dunia maya. Meriahnya penggunaan sosial media bisa jadi lading
persemaian. Topik pembicaraan di jejaring sosial akan menjadi pembicaraan
diranah nyata. Sampai “rempong” jadi
program tv dan judul sinetron.
Tidak harus menjadi kantor berita atau opinion leader bisa posting di milis dengan anggota ribuan dan “nge-twit”
sesuatu yang menimbulkan kegalauan akan mendapat exposure. Tapi jangan senang dulu, semakin hari pengguna internaet
semoga semakin cerdas untuk menyaring di jaringan global di mana pertempuran ideologi
itu terjadi.
Lewat beberapa hari setelah terima telepon itu, saya pun mulai
sering berkata dalam hati melihat suatu hal yang dilakukan dan sering
menimbulkan rempong. Kadang secara
sengaja dan tidak sengaja, ada saja orang disekeliling kita yang menjadi segala
sesuatu kalau gak rempong gak asik.
Artinya segala susuatu kalau tidak dijadikan ribet dan diulang-ulang belum
puas.
Semoga kita tidak menjadi sumber rempong bagi sekeliling. Tapi bisa menawarkan salusi atas rempong yang mereka hadapi . :)
No comments:
Post a Comment